Jumlah pengunjung

Sabtu, 09 Mei 2015

Pengakuan Pembunuh Kecoa


Waktu itu hari menjelang malam, sudah maghrib. Saya hendak menutup rumah.  Tiba-tiba dating tamu berlari menyeruak masuk dan menabrak perabotan. Berlari kesana kemari, dengan panik, namun aku tidak tahu apa sebabnya. Aku mengira itu adalah gejala ayan (epilepsy). Karena panik, aku hendak menolongnya dengan memberi obat. Awalnya dia berlari semakin kencang. Mungkin itu efek awal dari obat yang saya berikan. Kemudian saya beri obat itu lagi. Tamu itu meronta dan malah membuat tubuhnya basah kuyub dengan obat itu. Namun semenit kemudian dia terlihat tenang. Dia membaringkan diri di sudut ruangan. Ah.. syukurlah, dia sudah baikan dan hendak istirahat, pikirku. Kuletakan obat itu di dekatnya. Aku pergi melaksanakan apa yang ingin kulakukan di awal; pergi menutup pintu. Sejenak aku melupakan tamu itu. Sejam kemudian, aku ingat akan tamu itu. Aku hendak membangunkannya untuk menanyakan apa dia sudah baikan apa belum? Apa perlu kupanggilkan dokter? Saat aku menghampirinya, kulihat dia sudah terbujur kaku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar